PENGARUH LIGAN TERHADAP WARNA ION KOMPLEKS (Laporan Praktikum Kimia Anorganik I)









PENGARUH LIGAN TERHADAP WARNA ION KOMPLEKS
(Laporan Praktikum Kimia Anorganik I)




Oleh
Evi Nur Indah Sari
1413023018






LABORATORIUM PEMBELAJARAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015






Judul Percobaan          : Pengaruh Ligan Terhadap Warna Ion Kompleks
Tanggal Percobaan      : 19 Desember 2015
Tempat Percobaan       : Laboratorium Pembelajaran Kimia
Nama                           : Evi Nur Indah Sari
NPM                           : 1413023018
Fakultas                       : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Jurusan                        : Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Studi             : Pendidikan Kimia
Kelompok                   : 2 (dua)



Bandar Lampung, 19 Desember 2015
Mengetahui,
Asisten


Indra Muntari
NPM.1313023039




















BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Salah satu sifat unsur transisi adalah mempunyai kecenderungan untuk membentuk ion kompleks atau senyawa kompleks. Ion-ion dari unsur logam transisi memiliki orbital-orbital kosong yang dapat menerima pasangan elektron pada pembentukan ikatan dengan molekul atau anion tertentu membentuk ion kompleks. Ligan adalah molekul atau ion yang dapat menyumbangkan pasangan elektron bebas kepada ion pusat. Ligan ada yang netral dan bermuatan negatif atau positif. Pemberian nama pada ligan disesuaikan dengan jenis ligannya. Bila ada dua macam ligan atau lebih maka diurutkan menurut abjad.

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Unsur transisi dapat membentuk berbagai jenis senyawa karena unsur ini memiliki beberapa bilangan oksidari yang terjadi karena seluruh atau sebagian dari elektron-elektron pada kulit ketiga dapat digunakan bersama-sama digunakan dengan elektron pada kulit 4s untuk membentuk senyawa-senyawa kompleks yang berwarna. Dibuat laporan ini agar dapat mempelajari perbedaan warna dengan berbagai jenis ligan

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya percobaaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh ligan terhadap warna ion kompleks melalui percobaan.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banayk digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat era dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relative komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil Nampak mengikuti stokiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan di dalam lingkum konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukan jumlah ligan yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruang yang terbuka sekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi yang masing-masing dapat dihuni satu ligan (monidendrat). Pembentukan kompleks dalam analisis organic kualitatif sering terlihat dipakai untuk pemisahan atau isentifikasi. Salah satu fenomena yang paling umu yang muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna dalam larutan (Vogel, 1979).
Ligan adalah spesies yang memiliki atom-atom yang dapat menyumbangkan sepasang elektron pada ion logam pusat pada tempat tertentu dalam lengkung koordinasi. Sehingga, ligan merupakan basa lewis dan ion logam adalah asam lewis. Jika ligan hanya dapat menyumbangkan sepasang elektron (misalnya NH3 melalui atom N) disebut ligan unidentat. Ligan ini mungkin merupakan anion monoatomik (tetapi bukan atom netral) seperti ion halida, anion poliatomik seperti NO2-, molekul sederhana seperti NH3 atau molekul kompleks seperti piridin C5H5N (Petrucci, 1987).
Menurut medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan antara atom pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya yang ada hanya berupa gaya elektrostatik. Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipol permanen. Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya, sedang medan gabungan dari ligan-ligan akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat dan ion kompleks dari logam- logam transisi. Pengaruh ligan tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligan-ligan dalam kompleks (Effendy,2007).
Teori medan kristal yang dikemukakan oleh beberapa ahli fisika pada tahun 1930 baru berkembang dan diterapkan dalam bidang kimia sekitar tahun 1950. Teori ini dikembangkan karena teori ikatan valensi yang dikemukakan oleh Linus Pauling tidak dapat menjelaskan berbagai sifat ion kompleks, misalnya: 1. Warna senyawa kompleks/ ion kompleks. 2. Adanya ion seperti Ni2+, Td2+, Au3+ yang dapat membentuk ion kompleks planar segi empat dan juga membentuk ion kompleks tetrahedral. 3. Terjadinya spektra elektronik. 4. Pengecualian yang ditemukan pada ion [Cu(NH3)4]2+ yang mempunyai geometri planar segi empat. 5. Sifat ionik pada ion [FeF6]3-. (Syarifuddin, 1994).
Senyawa koordinasi/senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi, yakni  ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami pada awal penemuannya. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut. Ion/atom pusat merupakan ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di (bagian tengah) sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di sebut sebagai asam Lewis, umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi). Sedangkan ligan atau gugus pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis (Chang,2004).

Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom pusat) dengan ligan. Jika ada enam ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya akan terpecah (splitting) menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1) Dua sub orbital (dx2-dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat energi yang lebih tinggi, dan 2) Tiga su orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala, 2008).

















BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN


1.2  Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah 1 buah gelas ukur 50mL, 1 buah gelas ukur 10mL, 1 buah gelas kimia 100mL, 1 buah spatula, 6 buah tabung reaksi besar, 1 buah rak tabung reaksi, dan 3 buah pipet tetes.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 3 gram senyawa kobalt yang larut dalam air, 1mL amonia 1M, 1mL larutan KSCN 1M, 1mL larutan KCN 1M, 1mL larutan CuSO4 1M, 1mL larutan NaCl 1M, 1 mL larutan oksalat 1M, dan 50mL aquades.

3.2  Prosedur Percobaan

1.      Melarutkan 3 gram senyawa kobalt yang larut dalam air kedalam 50mL aquades, mengamati perubahan warna yang terjadi
2.      Menyiapkan 5 tabung reaksi besar, kemudian mengisi masing-masing tabung reaksi dengan 5mL larutan kobalt yang telah disiapkan diatas
3.      Menetesi masing-masing tabung reaksi dengan satu jenis larutanligan yang telah disiapkan
4.      Melakukan pengamatan terhadap warna kompleks untuk setiap percobaan (15 menit).









BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Ligan merupakan basa lewis yang dapat terkoordinasi pada ion logam atau sebagai asam lewis membentuk senyawa kompleks. Ligan dapat berupa anion atau molekul netral. Jika suatu logam transisi berikatan secara kovalen koordinasi dengan satu atau lebih ligan maka akan membentuk suatu senyawa kompleks, dimana logam transisi tersebut berfungsi sebagai atom pusat. Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan kovalen yang mana pemakaian bersama elektron didonorkan dari salah satu atom pembentuknya yakni ligan (basa lewis) ke atom pusat (asam lewis).

Di antara ciri-ciri khas ligan yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks dalam mana ligan itu terlibat, adalah :
1.      kekuatan basa dari ligan itu,
2.      sifat-sifat penyepitan (jika ada), dan
3.      efek-efek sterik (ruang).

Keinertan atau kelabilan kinetik dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum berikut ini merupakan pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai unsur, yaitu diantaranya
1.      Unsur grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.
2.      Dengan kekecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris-pertama, membentuk kompleks-kompleks labil.
3.      Unsur transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks inert.

Ligan pada senyawa kompleks dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat disumbangkan pada atom logam.
1.      Ligan Monodentat
Ligan yang terkoordinasi ke atom logam melalui satu atom saja disebut ligan monodentat, misalnya F-, Cl-, H2O dan CO [2]. Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul netral yang merupakan donor elektron. Beberapa ligan monodentat yang umum adalah F-, Cl-, Br-, CN-, NH3, H2O, CH3OH, dan OH-.
2.      Ligan Bidentat
Jika ligan tersebut terkoordinasi pada logam melalui dua atom disebut ligan bidentat.Ligan ini terkenal diantara ligan polidentat. Ligan bidentat yang netral termasuk diantaranya anion diamin, difosfin, dieter.
3.      Ligan Polidentat (Senyawa Kelat)
Ligan yang telah dibahas sebelumnya, seperti NH3 dan Cl dinamakan ligan monodentat (bahasa Latin: satu gigi). Ligan-ligan ini memiliki atom donor tunggal yang dapat berkoordinasi dengan atom pusat. Beberapa ligan dapat memiliki dua atau lebih atom donor yang dapat dikoordinasikan dengan ion logam sehingga dapat mengisi dua atau lebih orbital d ion logam. Ligan seperti itu dinamakan ligan polidentat (bahasa Latin: bergigi banyak).

Oleh karena ligan polidentat dapat mencengkeram ion logam dengan dua atau lebih atom donor, ligan polidentat juga dikenal sebagai zat pengkelat.

Teori mengenai ikatan dalam senyawa kompleks mulai berkembang sekitar tahun 1930. Ada 3 teori.
a.       Teori Ikatan Valensi (Valence Bond Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Linus Pauling  sekitar tahun 1931. Teori  ini menyatakan bahwa ikatan antara ligan dengan logam merupakan ikatan kovalen koordinasi, dengan pasangan elektron bebas yang disumbangkan oleh ligan. Logam pusat menyediakan orbital-orbital kosong yang telah mengalami hibridisasi untuk ditempati oleh PEB dari ligan. Jenis hibridisasi orbital menentukan bentuk geometris senyawa kompleks yang terbentuk.

Hibridisasi
Geometris
Contoh
sp2
Trigonal planar
[HgI3]-
sp3
Tetrahedral
[Zn(NH3)4]2+
d2sp3
Oktahedral
[Fe(CN)6]3-
dsp2
Bujur sangkar/ segi empat planar
[Ni(CN)4]2-
dsp3
Bipiramida trigonal
[Fe(CO)5]2+
sp3d2
Oktahedral
[FeF6]3-

Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang kosong dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.

Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d yang berada di luar kulit dari orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer orbital complex. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner orbital complex. Untuk menghibridisasi orbital d yang berada di dalam orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil, karena tingkat energinya tidak terlalu jauh.
Contoh :
[Ni(CO)4]; memiliki struktur geometris tetrahedral
Elektron pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital 4s kosong dan dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital hibrida sp3.

b.      Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory)
Dalam Teori Medan Kristal (TMK),  interaksi yang terjadi antara logam dengan ligan adalah murni interaksi elektrostatik. Logam yang menjadi pusat dari kompleks dianggap sebagai suatu ion positif yang muatannya sama dengan tingkat oksidasi dari logam tersebut. Logam pusat ini dikelilingi oleh ligan-ligan bermuatan negatif atau ligan netral yang memiliki pasangan elektron bebas (PEB). Jika. Dalam Teori Medan Kristal, berlaku beberapa anggapan berikut :
a.       ligan dianggap sebagai suatu titik muatan
b.      tidak ada interaksi antara orbital logam dengan orbital ligan
c.       orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki energi yang sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks, maka akan terjadi pemecahan tingkat energi orbital d tersebut akibat adanya tolakan dari elektron pada ligan, pemecahan tingkat energi orbital d ini tergantung orientasi arah orbital logam dengan arah datangnya ligan

c.       Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory)
Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) melibatkan pembentukan ikatan kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM), ikatan dalam kompleks terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital molekul merupakan orbital yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom yang dimiliki logam dengan orbital atom yang dimiliki oleh ligan.

Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi, yakni  ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami pada awal penemuannya. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom (http://nurhasanah-pendidikankimia2012.blogspot.com/2014/05/v-behaviorurldefaultvmlo_5.html).









BAB III
KESIMPULAN


Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.        Ion-ion dari unsur logam transisi memiliki orbital-orbital kosong yang dapat menerima pasangan electron pada pembentukan ikatan dengan molekul atau anion tertentu membentuk ion kompleks.
2.        Dalam ion kompleks, kation logam unsur transisi dinamakan atom pusat, dan anion atau molekul netral terikat pada atom pusat dinamakan ligan.
3.        Pengaruh ligan tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligan dalam kompleks.
4.        Berdasarkan jenis ikatannya ligan dikelompokan menjadi ikatan valensi, medan kristal, dan orbital molekul.
5.        Jenis ligan dapat dikelompokkan menjadi ligan monodentat, ligan bidentat, ligan tridentat, dan ligan polidentat.















DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar. Jakarta. Erlangga.

Effendy. 2007. Kimia Koordinasi Jilid 1. Malang: UNM-Press. Syarifuddin, N. 1994. Ikatan Kimia. Yogyakarta : UGM-Press.

Hala S. Saad El-Dein, Ali Usama F. 2008. Production and Partial Purification of Cellulase Complex by Aspergillus niger and A. nidulans Grown on Water Hyacinth Blend. Journal of Applied Sciences Research, 4(7): 875-891.

Petrucci, H. Ralph dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga

Vogel.1979. Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semi Mikro. Jakarta: PT.Kalman Mdia Pustaka.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.